Toba Pulp Lestari menerima hukuman penjara dua tahun dan denda sebesar Rp1 miliar

Toba Pulp Lestari menerima hukuman penjara dua tahun dan denda sebesar Rp1 miliar

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun, Sumatra Utara, memvonis Ketua Komunitas Adat, Ompu Umbak Siallagan atau klik disini Sorbatua Siallagan, dengan hukuman penjara selama dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar yang jika tidak dibayarkan maka diganti hukuman kurungan enam bulan.

Sorbatua didakwa atas tuduhan pengerusakan dan penguasaan lahan di Huta Dolok Parmonangan, Nagori Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun yang izin konsesinya dipegang PT Toba Pulp Lestari.

Dalam pertimbangan hukumnya, Ketua Majelis hakim, Dessy Ginting, mengatakan bahwa klaim tanah ulayat sebagaimana yang dijelaskan terdakwa “tidak terbukti berdasarkan keterangan resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan”.

Sementara untuk mendudukkan perkara ini, hakim menilai harus ada legal formal sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.

“Menimbang bahwa status tanah ulayat yang dimohonkan masih sebatas usulan,” uar Hakim Dessy seperti dilansir dari Tribunnews.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sorbatua Siallagan dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama enam bulan,” jelas hakim.

Tempuh upaya hukum banding

Hengky Manalu selaku kuasa hukum Sorbatua Siallagan mengatakan pihaknya bakal mengajukan banding atas vonis dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/08).

Upaya hukum banding ditempuh karena putusan ini, sebutnya, sangat berpotensi menjerat masyarakat adat lain di Indonesia yang berusaha mempertahankan tanah ulayatnya.

“Karena keyakinan kami bahwa mereka sudah ada di sana jauh sebelum ada negara dan mengelola tanah itu dari generasi ke generasi, masak tiba-tiba dipidana atas tanahnya sendiri?” ucap Hengky Manalu dari AMAN Tano Batak kepada BBC News Indonesia.

Hengky juga menyebut vonis ini “tidak adil”, sebab dalam persidangan tidak ada fakta yang melihat langsung Sorbatua melakukan pembakaran.

Sehingga dia menilai pertimbangan hakim yang menyebut kliennya menduduki kawasan hutan negara yang kini izinnya diberikan kepada PT Toba Pulp Lestari merupakan “kesalahan”.

Karena jauh sebelum ada perusahaan bahkan negara Indonesia, katanya, masyarakat adat setempat telah mengelola tanah tersebut.

“Ini kan masyarakat adat sudah jauh [mengelola] tanah di sana, sementara perusahaan baru datang. Harusnya selesaikan dulu tumpang tindih tanah tersebut, bukan tiba-tiba menjerat masyarakat adat,” jelas Hengky.

“Hakim seharusnya melihat fakta-fakta ini dan mendorong proses pengakuan [tanah] milik masyarakat adat, sebelum [menjerat] dengan unsur pidana,” sambungnya.

“Tapi yang kami lihat dari hakim tidak mempertimbangkan itu.”

Upaya hukum banding, sambung Hengky, akan diajukan dalam tujuh hari ke depan dan jika putusan banding mereka “masih belum berpihak pada masyarakat adat” maka pihaknya akan mengajukan kasasi.

Deixe um comentário

Shopping cart

0
image/svg+xml

No products in the cart.

Continue Shopping